Mengenal Mandatory Spending Kesehatan Dan Alasan Penghapusannya

MODERATORSUA.COM, TERNATE – Baru–baru ini public dihebohkan dengan penghapusan Mandatory Spending dalam Rancangan undang-undang kesehatan yang telah disahkan DPR RI menjadi Undang-Undang Kesehatan terbaru di Indonesia pada Selasa (11/7/2023).

Keputusan itu lantas menuai kontroversi dari organisasi kesehatan Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI) dan Ikatan Apoteker Indonesia IAI).

Sementara dari dalam parlemen Fraksi Demokrat dan PKS juga tidak sependapat dengan pengesahan Omnibus Kesehatan tersebut.

Alasan penolakan terhadap penghapusan Mandatory Spending itu, lantaran dinilai merugikan tenaga kesehatan serta berbahaya bagi masa depan kesehatan masyarakat Indonesia

Sebelumnya Mandatory Spending diatur dalam Undang-undang Kesehatan Nomor 39 Tahun 2009 Pasal 171. Dalam pasal tersebut ditetapkan besarannya 5 persen dari APBN dan 10 persen dari Anggaran Pendapan dan Belanja Daerah (APBD).

Apa itu Mandatory Spending?

Mandatory Speinding adalah anggaran wajib minimal di bidang kesehatan yang tertuang langsung dalam Undan-undang kesehatan sebelum direvisi merupakan implementasi dari Pasal 28H UUd 1945.

Baca juga: Netizen Sebut Bupati Sula Tak Beradab Tapi?

Besaran anggaran 5 persen dan APBN dan 10 persen dari APBD tersebut, bertujuan untuk pelayanan public khususnya penduduk miskin, anak terlantar dan kelompok lanjut usia (Lansia).

Alasan Penghapusan Mandatory Spending.

Dilansir dari laman berita resmi Kemenkes www.sehatnegeriku.go.id, Pemerintah Pusat menghapus anggaran wajib (Mandatory Spending) diganti dengan Anggaran Berbasis Kinerja lantaran besaran anggarakan yang digelontorkan selama ini tidak menentukan hasil (output) signifikan dalam penengan masalah kesehatan.

“Bukan berarti anggaran itu tidak ada, namun tersusun rapih berdasarkan rencana induk kesehatan dan berbasis kinerja berdasarkan input, ouput dan outcome yang akan kita capai,” ungkap juru bicara Kementerian Kesehatan dr. M. Syahrir. (Jali)

Penulis: Gajali Fataruba

Editor: Gunawan Tidore