Pemda Sula Gandeng IPDN Sambangi Sekolah di Sanana

SANANA, MODERSTORSUA.COM – Selain hadir meramaikan untuk meramaikan hari ulang tahun Kabupaten Kepulauan Sula yang ke- 21, pihak Kampus Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Regional Manado kunjungi beberapa sekolah tingkat SMP dan SMA pagi tadi.

Pihak IPDN di dampingi Bupati yang diwakili oleh Ahmad Salawane memulai rute dari SMA Negeri 1 Sanana, dilanjutkan di SMP Negeri 1 Sula dan Madrasah Aliyah Negeri 1 Sula.

Dalam kunjungan itu, pihak kampus IPDN serta Pemda Sula kompak mengajak para siswa tiga sekolah tersebut untuk masuk kampus yang berlokasi di Jatinangor, Jawa Barat itu.

“Insya Allah putra-putri terbaik kita bisa masuk di sekolah kedinasan khususnya di IPDN dengan jumlah lebih besar amin,” kata Ahmad Salawane.

Di tempat yang sama, Riski, Perwakilan Praja Regional Manado bilang, saat ini IPDN buka pendaftaran.

Untuk syarat pendaftaran, bagi laki-laki tinggi badan 160 cm dan wanita 155 cm, serta berat badan proporsional.

“calon praja wajib sehat jasmani dan rohani, dibuktikan dengan surat keterangan dokter, pendaftaran. Dan kuliah menjadi pejabat negara di IPDN dipastikan gratis, menerima uang saku selama pendidikan di asrama,”jabarnya.

Lanjutnya, Pendaftaran secara daring melalui laman dikdin.bkn.go.id pada 13 Mei sampai 13 Juni 2024.

Terpisah, Kepsek SMA Negeri 1 Kepulauan Sula Saida Daeng Hanafi, mengapresiasi Pemda Sula dan pihak kampus IPDN atas kunjungannya.

“Kami sangat bangga karena Kampus IPDN datang lansung di sekolah, ini luar biasa dan pertama kali di Kepulauan Sula,”ujarnya.

Sekedar di ketahui rombongan IPDN yang tergabung dalam Drum Band Gita Abdi Praja (GAP) Regional Manado tiba di Sula Rabu, (28/05/24). Kehadiran mereka atas undangan Pemda Sula untuk turut meramaikan HUT Kabupaten yang ke-21.

Penulis: Gunawan Tidore
Editor: Algajali

Serap Aspirasi Rakyat di Desa Waitamua, Ini Yang Diusulkan Warga

MODERATORSUA.COM, SANANA – Gelar reses hari ke dua di Desa Waitamua, Anggota DPRD Provinsi Maluku Utara, Safi Pauwah diminta perjuangkan salah satu rumah ibadah yang rehab secara swadaya.

Kegiatan yang berlangsung di Kantor Desa Waitamua Kecamatan Sulabesi Selatan itu, dihadiri Pemerintah Desa, tokoh masyarakat, tokoh agama serta pemuda.

Saat memberi sambutan, Safi Pauwah mengingatkan pentingnya reses bagi masyarakat, hal itu ia sampaikan untuk memotivasi masyarakat agar serius menyampaikan hal penting yang menjadi kebutuhan umum.

“Reses ini adalah media resmi setiap anggota DPRD untuk menggali aspirasi masyarakat, yang akan kami sampaikan kepada pihak eksekutif,” kata Safi Pauwah dalam sambutannya, Jumat (20/10/2023)

Selain itu, Anggota DPRD yang juga Ketua DPD PAN Kepulauan Sula tersebut juga memberikan edukasi politik kepada peserta reses. Menurutnya, edukasi politik akan mencerdaskan masyarakat dalam menentukan pilihan pada pesta demokrasi di masa mendatang.

“Sebentar lagi, kita akan memasuki Musim Politik, yang akan mencakup Pemilihan Legislatif (Pileg), Pemilihan Presiden (Pilpres), dan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Oleh karena itu, sebagai Ketua Partai di Sula, saya merasa bertanggung jawab untuk memberikan edukasi politik kepada masyarakat Sula. Kita harus memilih pemimpin yang mampu mendorong kemajuan Kabupaten Sula dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” ujarnya.

Usai membuka reses, Safi Pauwah pun memberi kesempatan Masyarakat Desa Waitamua untuk menyampaikan kebutuhan di desanya.

Salah satu usulan datang dari tokoh pemuda, yang meminta Wakil Bupati periode 2010 itu, untuk memperjuangkan anggaran rehab salah satu Masjid.

“Kami sangat berterima kasih atas kunjungan reses di desa kami, sebagai masyarakat kami memohon bantuan dan dukungan agar dapat melihat masjid yang saat ini sedang diperbaiki oleh masyarakat dengan usaha swadaya,” pinta tokoh Pemuda Desa Waitamua Risman Panigfat.

Sebagai komitmen diakhir masa kerjanya sebagai DPRD provinsi, Safi akan memperjuangkan alokasi anggaran untuk perbaikan masjid tersebut.

Selain itu, Safi juga memberikan bantuan secara pribadi agar memudahkan masyarakat dalam mengganti kerusakan masjid untuk sementara waktu.

Penulis: Gajali Fataruba

Meriahkan HUT RI, Pemdes Fagudu Kampanye Cinta Lingkungan

MODERATORSUA.COM, SANANA – Meriahkan Hari Ulang Tahun (HUT) Republik Indonesia ke 78 tahun, Pemerintah Desa Fagudu, Kabupaten Kepulauan Sula ‘menyulap’ Kali Belanda di pusat kota Sanana menjadi tempat lomba.

Kepala Desa Fagudu, Muhammad Ali Duwila mengatakan, hal itu bertujuan untuk memotivasi warga serta pemuda desa, agar selalu menjaga kebersihan lingkungan terutama di Kali Belanda.

“Selaku pemerintah di desa, kami berharap dengan momentum ini, kita semakin sadar dalam hal kebersihan, mengingat Fagudu berada di pusat kota. Kita harus memberi contoh yang baik” kata Muhammad Ali, Rabu (16/08/2023)

Atas hal itu, di Desa Fagudu saat ini. Kegiatan hari kemerdekaan dilakukan dengan tema cinta lingkungan.

Tindakan nyata dari tema tersebut, beberapa hari lalu Ali bersama perangkat desa mengajak masyarakat membersihkan pantai di sekitar pelabuhan Sanana Kabupaten Kepulauan Sula.

“Kegiatan bersih lingkungan, bukan baru dilakukan karena hari ulang tahun kemerdekaan, tapi ini sudah menjadi komitmen saya dalam menjaga kebersihan di desa kami,” ujar mantan gitaris itu.

Karena itu kata Ali, saat ini warganya berbondong-bondong menghiasi gang setiap komplek. Serta dinding Kali Belanda sepanjang ratusan meter di cat berwarna merah putih untuk dijadikan tempat lomba.

Foto lokasi lomba panjat pinang di Kali Belanda

Beberapa mata lomba yang nantinya berlangsung di Kali Belanda diantaranya: Panjat Pinang, Perang Pantal, Tarik tambang dan Bola Corong.

“Lomba-lomba itu adalah seremoni, tapi ada hal substansi dari kemerdekaan yang kami sampaikan lewat kegiatan itu. Kita harus merdeka dari sampah, merdeka dari kebiasaan yang buruk, supaya bisa maju,” tutupnya.

Penulis: Gajali Fataruba

Kisah Pilu Alat Tangkap dan Kehidupan Nelayan

Oleh: Sarfan Tidore

Senin, 05 Juli 2022, tepat pukul sembilan malam kondisi alam tampak tak bersahabat—hembusan angin kadang melambat disertai gerimis, sejenak berhenti, kadang kencang sekali.

Gas motor saya kencangkan dan knalpot teriak ramai menuju Kelurahan Sasa, Ternate Selatan. Berhenti di depan sebuah rumah kontrakan dan motor saya parkir di pinggiran jalan setapak. Pintu rumah terbuka lebar, ada tiga orang duduk bersila berhadap meja menatap lembaran buku, kala saya melempar pandang.

Saya melangkah masuk. Pandang saya tertuju pada sosok pria berusia senja duduk bersila, dan bersandar di dinding samping pintu kamar depan. Lelaki itu menarik tembakaunya dalam-dalam lalu melepaskan kepulan asapnya, sembari nikmati secangkir kopi hitam pekat. Kelopak mata dan senyumnya melebar. Selebar pintu di belakang saya. Saya pun lempar senyum lalu berjabat tangan sambil membungkuk kepala. Sudah menjadi tradisi orang Maluku Utara. Membungkuk adalah suatu laku perbuatan memiliki nilai yang melekat dan dianut bersama yang disebut, etika berjabat tangan. Tanpa basa-basi iapun dengan nada datar menawari saya kopi. Baru habis ngopi di warung kopi, ucap saya dengan perasaan begitu senang malam itu.

Lelaki usia senja ini bernama Muhammad Jen Tidore. Biasanya disapa om Pita. Berasal dari kepulauan Sula. Demi melepas rindu, om Pita pergi ke Ternate untuk bertemu anak bungsunya yang melanjutkan studi di salah satu perguruan tinggi di Ternate.

Beberapa hari lalu saya menerima informasi dari teman saya bahwa beliau akan berangkat ke Ternate. Ada rasa gembira di lubuk hati, sebab sudah sangat lama saya ingin bertemunya untuk menggali informasi soal alat tangkap fofa (bubu). Ini adalah kesempatan terbaik, pikiran saya berkata.

Om Pita adalah generasi terakhir yang tahu dan pahami betul proses pembuatan alat tangkap ikan itu. Kesempatan itu akhirnya datang juga, dan menurut saya informasi ini sangat penting dan berharga, sebab—ada produk gagasan berada di ujung kepunahannya. Pria kelahiran 1952 ini tak kalah dalam pekerjaan—geluti dua pekerjaan sekaligus diantaranya nelayan dan petani. Dia menuturkan aktivitas melaut sejak usia 10 tahun. Gunakan perahu sampan, kail (kaihi) dan reket (nilon pancing ikan). Kaihi (kail) diikat di reket dan besi sebagai pemberat (lot)

Di ujung nilon yang jarak dari kaihi berkisar satu meter. Alat tangkap sederhana ini digunakan untuk bamai (mancing) ikan dasar.

Selain bamai (pancing), dia pun gunakan alat tangkap dan orang Sula menyebutnya fofa (igi) sebagai perangkap ikan. Fofa digunakan untuk menangkap ikan sejak dari tetenya lalu diturunkan kepada ayahnya. Saya tidak tahu pasti, katanya, bagaimana dan dari mana orang tahu cara pembuatan fofa. Tak sempat tanya pada mendiang ayahnya dari mana dan kapan orang tahu membuatnya dengan raut wajah agak sesali.

“Pengetahuan tentang fofa bisa jadi orang belajar dari alam. Fofa itu alat jebakan. Misalnya saja, di laut banyak batu dan karang yang memiliki lubang. Ikan bebas masuk-keluar, bermain, bertelur, cari makan dan tidur”.

Pengalaman lewat mata, orang berpikir bagaimana caranya dapat ikan dengan jumlah banyak. Dengan begitu, bisa saja melalui penglihatan orang kemudian berpikir untuk bikin alat tangkap serupa batu yang ikan dapat masuk, tetapi tidak dapat keluar. Pengalaman itu, dan lewat akal orang dapat ciptakan fofa, katanya menduga.

Dia menjelaskan, setahunya sejak masih kecil hingga dewasa ayahnya adalah pembuat alat tangkap fofa. Sejak kecil saya sering membantu ayah ambil bahannya di hutan dan bantu membuatnya. Hingga akhirnya, saya pun tahu membuatnya tanpa diajari secara langsung, kenangnya.

Melalui mata dan kerja, kita bisa tahu—tak perlu diajari langsung, katanya. Kalau hanya dijelaskan masih sulit kita tahu. Tetapi mengerjakan adalah cara belajar paling cepat. Dari sekian banyak anaknya, hanya satu yang mahir membuat fofa. Tetapi anaknya juga merantau, jarang pulang dan saya pun tak tahu pasti apakah dia masih tahu bikin atau tidak.

Rokok tembakau ditarik dalam-dalam lalu meniup asapnya sembari dengan nada pesimis mengatakan, sayang sekali fofa sudah jarang digunakan orang untuk menangkap ikan. Mungkin suatu ketika alat tangkap ini akan hilang, prediksinya. Padahal fofa (bubu) adalah satu dari sekian alat tangkap ikan tradisional yang tidak merusak ekosistem laut.

Hilang bukan karena hilang, katanya, tetapi tidak ada lagi yang mempelajarinya. Padahal bahannya sederhana, tak butuh biaya ketimbang alat tangkap modern. Saat ditanya, jika dibikin dalam jumlah banyak bukankah rotan, bambu dan tali hutan terancam habis.

Dia menjelaskan cara berpikir seperti demikian tidak tepat. Bila membuatnya dalam jumlah banyak sudah pasti mereka lindungi rotan, bambu dan tali hutan. Yang hilang bukan bahannya (artefak), tetapi pengetahuannya tidak dipelajari generasi.

Air mata langit dan angin malam itu seolah bersetubuh dan mendesah kencang akibatnya—hawa dingin menerabas tubuh hingga tulang lelaki usia senja itu. Iapun berkeluh dingin dan ngantuk sekali. Kopi hitam pekat pun tak mampu menangkis ngantuknya dan kami pun memutuskan tali perbincangan.

Kisah dan jenis alat tangkap lainnya datang dari seorang nelayan asal Tidore Kepulauan (Tikep). Sore itu, 13 April jarum jam tepat pukul empat. Pesisir pantai desa Cobodoe, Kecamatan Tidore Timur, Maluku Utara. Sore itu air laut sedang pasang dan saya lihat lima orang bolak-balik memegang semacam entah kayu atau besi seukuran jari tangan dan ditaksirkan satu meter.

Mereka merunduk lalu tangan dimasukkan ke dalam air mengambil sesuatu dan ditaruh di dalam ember. Kadang menusuk-nusuk menggunakan penggalan besi atau kayu tersebut. Saya menduga, mereka sedang mencari kerang dan gurita.

Laut begitu teduh. Sampah plastik menempel di bebatuan dan batang kayu lalu bergoyang mengikuti irama riak ombak kecil di tepi pantai. Hutan pegunungan menghadirkan pemandangan hijau nun indah dan angin sepoi membuat kelopak mata menahan ngantuk.

Om Man nama sapaannya. Nama sebenarnya Abdurrahman penduduk desa Cobodoe, nelayan tangkap ikan. Duduk di tempat duduk panjang memandangi laut. Di samping kanannya ada sebuah ember biru kecil dan dalamnya ada tiga gulungan nilon. Saya menduga kalau pria ini siap-siap mau melaut.

Ternyata dugaan saya meleset. Saya pun sodorkan pertanyaan, om Man mau mangail (melaut)? Tarada (tidak) jawabnya. Saya hanya ikat gumala (kail) di nilon, lanjutnya sambil senyum tipis lalu melempar pandang di ember berisi nilonnya.

Om Man biasa mangail dimana? Tanya saya. Dia menghela nafas panjang lalu menatap lautan juah. Yaa, kalau mau dapat hasil tangkapan lebih, mangail dekat pulau Halmahera sana. Kenapa tidak dekat-dekat, di depan sini misalnya. Tanya saya sambil menunjuk seseorang dengan perahu sampan di depan kami yang jaraknya diperkirakan 300 meter.

Ia melempar pandang pada perahu itu lalu berkisah pengalaman melautnya. Sudah berulang kali saya mangail (melaut) di depan sini, jangankan jual, makan saja tak cukup. Terkadang hanya dapat dua ekor itupun butuh berjam-jam dan menahan terik panas yang serasa membakar tubuh. Sambil perlihat kulit di batang tangannya, lihat kulit saya, biskotu (hitam) kayak aspal sambil melebarkan tawanya.

Barangkali ikan sudah tak ada di sekitar ini, lanjutnya lalu menunduk pesimis. Ngana (kamu) tahu, padahal dulunya mangail (pancing) di malam hari kita cukup duduk di pesisir laut dan hasilnya juga banyak. Bahkan bisa jual di tetangga, katanya.

Apalagi gunakan perahu, sambil menunjuk seorang nelayan sedang melaut di depan kami dan berkata, itu sudah sangat jauh. Seratus meter dari garis pantai dan dua jam saja, hasilnya sangat memuaskan.

Sambil menunjuk air laut dan dia menjelaskan lihat saja, laut sekarang tidak lagi jernih. Air laut makin keruh, berkabut, sampah juga banyak. Yang saya heran adalah dulu batu dan terumbu karang banyak sekali. Tapi sekarang malah banyak pasir, batu dan terumbu karang jauh berkurang.

Dulu kalau mandi pantai hampir tak ada pasir. Berenang lalu berdiri di atas batu-batu besar setinggi tiga sampai empat meter. Anehnya—batu-batu itu tak lagi ada dan bahkan air laut makin hari tamba naik mendekati perumahan penduduk. Untung-untung ada swering. Jika tidak, mungkin—sudah mlelewati batas swering.

Benar adanya, sebab bersama ipar saya, pernah kami memasang jaring dan tak ada batu maupun karang. Hanya pasir putih dan lamun pun hidup kelompok-kelompok kecil. Sekali waktu memasang jaring mulai azan magrib hinga jam sepuluh malam dan hanya dapat empat ekor ikan samandar (uhi) panjang lima senti meter, tipis kurus kerempeng. Sejak saat itu saya tak lagi ikut menjaring ikan.

Sekarang ini bila ingin mendapat hasil tangkapan banyak kita harus melaut di laut jauh. Entah mungkin karena pengaruh batu, terumbu karang dan air lautnya kotor berakibatnya—ikan pindah di tempat lain, katanya.

Om Man menjelaskan, beberapa kali saya melaut di lauatan Halmahera mulai jam sembilan malam hingga jam lima subuh—hasilnya hanya delapan ekor. Tiba-tiba raut wajahnya berubah tiga puluh derajat. Ada rasa sedih di raut wajahnya dan berkata, selama tiga bulan saya tak punya pendapatan sama sekali.

Tiga bulan itu saya berutang untuk membayar biaya sekolah anaknya. Beginilah kehidupan nelayan, pendapatan tergantung cuaca dan hasil tangkap, katanya, sambil menunduk dan mengatup matanya. Kedua telapak jarinya, ia angkat lalu mengusap wajahnya sedikit menindih.

Musim ikan pun berubah-rubah, tak menentu. Mungkin pengaruh alam. Dalam berbagai literatur perubahan ini adalah fakta soal pemanasan global, bukan perubahan alam secara alamiah. Pikiran saya berkata dalam diamku.

Nelayan kecil seperti kami ini, tak berharap banyak menambah pendapatan dari hasil melaut. Sebab, menjauhnya ikan ke laut dalam bikin banyak nelayan tercekik—pendapatan menurun drastis. Mereka yang menggunakan perahu bermesin saja pulang melaut bukannya untung—malah rugi. Harga hasil tangkapan tak dapat menutupi harga minyak.

Om Man menceritakan kisah temannya. Temannya beli perahu ketinting dengan harga tiga puluh juta. Perahu itu digunakan melaut selama satu tahun lebih dan pendapatan belum sampai setengah dari modal yang dikeluarkan. Bahkan terkadang temannya sering ribut dengan istri karena melaut tak dapat hasil.

Sekali waktu istri memarahinya dan bilang, perahu itu sebaiknya dijual saja bila tak menghasilkan uang. Percuma buang-buang uang, tak ada guna dan bikin hidup kita tambah susah, om Man mengutip perkataan istri temannya sambil menggeleng kepala. Saya berupaya membaca pikirannya, semacam ada rasa sesali atas keputusan temannya

Nelayan kecil seperti kami ini sulit untuk berkembang. Tuhan pun tak bisa menolong. Sambil tertawa lepas, hahahahaaaa, basedu (bercanda), katanya.

Bagaimana menurut ngana (kamu), Om Man bertanya. Hmmmm, saya tidak tahu soalnya belum pernah mangail (melaut) di sini. Dari balik pintu kios terdengar suara seseorang memanggilnya, om Man, om Maaann. Sayaaaaa, sahutnya. Kami pun mengakhiri pembicaraan kala senja melukis bentuknya sore itu. Suara tarhim di mesjid pun mulai berkumandang, penanda bahwa terang perlahan ditelan malam.

Saya mencatat kisah kedua nelayan ini sebagai kisah pilu kehidupan nelayan dan alat tangkap tradisional sedang berada di tepi kepunahan. Suatu perubahan yang justeru mengancam pengetahuan lokal, dan dalam kaitannya dengan kerentan ekonomi nelayan. Adalah akibat dampak modernitas dan degradasi ekosistem laut.

Editor: Tim

Ditegur Panwascam Saat ‘Curi Start’, Fifian: Saya Punya Kekuasaan Full

MODERATORSUA.COM, SANANA – Bupati Sula Fifian Adeningsi Mus, ditegur Panwascam saat tengah curi start kampanyekan salah satu bakal calon DPRD di Desa Waigai Sulabesi Selatan.

Dalam sebuah video amatir berdurasi 6 menit, terlihat Bupati Sula mengajak masyarakat untuk memilih sosok yang berdiri di sampingnya.

“Mana ketua Srikandi, nah tanggung jawab full, kawal segalanya tetap Pak Lasidi jadi DPR lagi, saya juga PDIP tapi supaya jangan bingung saya tetap dengan Pak Lasidi,” kata Fifian sambil menepuk pundak Lasidi dikutip dari video. Minggu, (30/07/2023)

Ketika berbicara di atas panggung, terlihat Fifian mengenakan kaos dan celana berwarna putih kuning, juga jilbab dan topi sewarna dengan pakaiannya.

Saat yang bersamaan, datang salah seorang pria yang merupakan Panwascam meminta Bupati menghentikan pidatonya.

“Tapi belum masuk tahapan, masih bisa saya bicara. Kamu panas? Ini kepala daerah punya kekuasaan full saya mau bicara a, b, c saya punya hak,” tegas Fifian menolak teguran panwascam.

Usai ditegur Panwascam, Fifian semakin semangat berpidato serta kembali mengajak masyarakat untuk memilih Bacalon DPRD di 2024 nanti.

“Ringan saja itu, lain kali nanti sopan jangan perbuatan kamu dan saya rasa dirugikan nanti saya lapor polisi, karena saya pejabat negara yang dibela oleh negara,” tegasnya

Sampai berita ini diturunkan, Ketua Bawaslu Iwan Duwila belum bisa dikonfirmasi.

Penulis: Gajali Fataruba
Sumber: Video Amatir warga

Bawaslu Bakal Copot Baliho Yang Ada Kalimat Ini

MODERATORSUA.COM, TERNATE – Badan Pengawasan Pemilihan Umum (Bawaslu) Kabupaten Kepulauan Sula, bakal menindak baliho partai dan bacaleg yang ada kalimat ajakan.

Penindakan itu dilakukan dengan tahapan persuasif terhadap partai, maupun bacaleg terkait.

“Partai politik maupun caleg bisa lakukan sosialisasi lewat baliho, tapi tidak boleh ada kata mengajak orang untuk pilih si A atau si B. Itu tidak bisa,” tegas Ketua Bawaslu Sula Iwan Duwila.

Bahkan menurutnya, hal tersebut telah dikomentari Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja.

“Kalau ada kata coblos itu sama saja dengan mengajak orang, makanya ketua Bawaslu RI pun sudah komentar karena belum masuk tahapan kampanye,” kata Iwan saat diwawancarai moderatorsua.com, Kamis (27/07/2023).

Dia menuturkan, Bawaslu Sula akan lakukan langkah pencegahan sampai tahapan kampanye dimulai.

“Kalau ada nanti kita menyurat ke yang bersangkutan untuk dilepas dulu, nanti moment itu (kampanye)sudah ditetapkan KPU baru silahkan gunakan kesempatan itu untuk menarik simpati publik,” pintanya mengakhiri.

Penulis: Gajali Fataruba

Hallo Pecinta Kucing, Ayo Intip Makna Dari Nama Petshop Baru

MODERATORSUA.COM, TERNATE – Setelah banyak pecinta kucing bertanya-tanya tentang alamat serta nama Petshop baru di Kepulauan Sula itu.

Berikut ini moderatorsua.com, sajikan informasi khusus untuk pecinta Kucing, ayo cek filosofi dari nama usaha perlengkapan hewan anda.

Petshop adalah toko yang menyediakan berbagai kebutuhan hewan, mulai dari makanan hingga vitamin juga penitipan hewan peliharaan.

Di Kota Sanana Kepulauan Sula, segera dibuka salah satu Petshop yang beralamat di Desa Falahu, berjarak 1 kilo meter dari Istana Daerah ke arah Selatan.

Baca juga: Seorang Sarjana Komputer Di Sula Menjua Makanan Kucing

Saat menghubungi redaksi moderatorsua.com, owner toko makanan kucing ini menjalaskan nama dan makna brandnya.

“Nama brand UMECAT (Yumecat) adalah penyederhanaan dari kalimat You, Me, and Cat. You mewakili orang atau costumer kami. Me mewakili kami sendiri, dan Cat mewakili produk yang kami sediakan.” Terang Sahrul Azham. Sabtu, (07/22/2023)

Dari nama brand Petshop terkemuka di Kepulauan Sula ini. Kata Sahrul merupakan komitmen dia dan konsumen.

“Kami ingin mengatakan bahwa 3 point ini tak terpisahkan, terhubung dan berkesinambungan. harapannya bisa menjadi tempat yang menghadirkan solusi bagi masalah yang mereka temui ketika komitmen memelihara kucing.” Singkatnya.

Penulis: Gajali Fataruba

BPBD Kepulauan Sula Gelar Sosialisasi dan Pelatihan Mitigasi Bencana

MODERATORSUA.COM, SANANA – Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Kepulauan Sula (Kepsul) menggelar pelatihan mitigasi bencana.

Kegiatan perdana tersebut berlangsung di Gedung Serba Guna Desa Kabau Pantai Kecamatan Sulabesi Barat, Rabu (24/05/23).

Kepala Pelaksana (Kalak) BPBD Kepulauan Sula, Buhari Buamona dalam sambutannya menyampaikan, kegiatan tersebut sebagai bentuk kepedulian negara untuk melindungi warganya.

“Dalam Undang-Undang Nomor 24 tahun 2007 tentang penanggulangan Bencana, menyatakan bahwa Negara bertanggung jawab melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dengan tujuan untuk memberikan perlindungan terhadap kehidupan dan penghidupan, yang termasuk didalamnya adalah perlindungan atas terjadinya bencana,”kata Buhari.

Mencermati kondisi geografis, geologis, hidrologis, dan demografis daerah Kabupaten Kepulauan Sula. Dimana pada kenyataannya wilayah ini memiliki tingkat kerawanan tinggi terhadap terjadinya bencana, baik yang disebabkan oleh faktor alam, faktor non-alam maupun faktor akibat ulah tangan manusia itu sendiri.

“Dampak utama bencana seringkali menimbulkan korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak kerusakan non materi maupun psikologis,”jelasnya.

Buhari bilang, pelaksanaan penanganan bencana acapkali terkendala upaya penanganan yang tidak sistemik dan kurang koordinatif sehingga paradigma semacam itu perlu dicegah dan diantisipasi sedini mungkin.

“Jika penanggulangan bencana dapat dilakukan secara sistemik, diharapkan dapat memberikan kontribusi langsung maupun tidak langsung terhadap percepatan penanggulangan akibat bencana dan meminimalisir kemungkinan kerusakan yang lebih parah pada aset-aset hasil pembangunan yang dimiliki masyarakat,”ucapnya.

Lanjut Buhari, paradigma penanganan bencana yang menekankan pada aspek tanggap darurat telah bergeser kepada paradigma manajemen penanganan risiko bencana yang mempunyai kompetensi mewujudkan pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.

Mengacu pada hal tersebut maka sebagai lembaga yang relatif baru, BPBD dituntut untuk terus mensosialisasikan keberdaannya baik fungsi dan peran.

“Salah satunya adalah melalui kegiatan pelatihan seperti ini yang diharapkan dapat meningkatkan mutu sumberdaya manusia dalam penanganan bencana sehingga bisa memenuhi standar minimal pelaksanaan penanggulangan bencana.

Kegiatan tersebut melibatkan BPBD Provinsi Maluku Utara dan ratusan masyarakat desa Kabau Pantai sebagai peserta. (gun)

Gagal ! Proyek Kampung Singkong Tanpa Singkong

MODERATORSUA.COM, SANANA – Proyek kampung singkong di Dinas Pertanian Kabupaten Kepulauan Sula (Kepsul) gagal. Proyek yang sumber anggarannya dari APBD tahun 2022 dengan nilai 200 juta lebih ini, tidak terealisasi sampai tuntas.

Lokasi proyek kampung singkong itu tersebar di Desa Waitina Kecamatan Mangoli Timur, Desa Waitulia dan Desa Mangoli Kecamatan Mangoli Tengah.

Lantaran itu, Pansus DPRD untuk LKPJ tahun 2022 melakukan peninjauan proyek tersebut beberapa waktu. Tak hanya itu, Pansus DPRD yang dipimpin oleh Abdul Kadir Sapsuha itu memanggil Kadis Pertanian Sula, Nurhayati Latuconsina, Senin (15/05/23).

Dikonfirmasi Moderatorsua.com, Abdul Kadir Sapsuha menyampaikan, progam kampung singkong dianggap gagal lantaran tidak selesai dikerjakan.

Dikatakan, sebagian item program tersebut sudah terealisasi, seperti pembersihan lahan kebun dan pagar. Hanya saja bibit singkong yang belum dibelanjakan karena tidak tersedia dipasaran.

“Sebagian sudah dibelanjakan. Cuma bibitnya yang diinginkan Pemerintah Pusat tidak ada. Sehingga tidak bisa beli belanjakan,”katanya, Rabu (17/05/23).

Politisi Partai Amanat Nasional ini menegaskan, proyek dari Dinas Pertanian tersebut bukan fiktif, melainkan gagal.

Dade (sapaan akrab Abdul Kadir) bilang, Pansus bakal merekomendasikan untuk program tersebut dihentikan.

“Bukan fiktif, tapi kgiatan tidak bisa dilanjutkan lagi di tahun ini dan seterusnya. Karena programnya gagal,”tegasnya.

Senada, Nurhayati Latuconsina juga membantah jika proyek itu fiktif. Menurutnya, dari sebagai besar item kegiatan yang sudah dibelanjakan dan disalurkan.

“Tidak ada yang fiktif, karena semua item yang dianggarkan telah dibelanjakan, terkecuali bibit, karena terkendala dengan persyaratan teknis yang tidak bisa dipenuhi oleh pihak ketiga,”ucapnya.

Nurhayati berujar, total anggaran Rp 249.740.000 dengan item yang telah dibelanjakan dan sudah disalurkan yakni pupuk, obat, biaya pembersihan lahan, alat Setrum babi, pacul dan hand sprayer.

Sementara lahan kebun, Nurhayati mengaku jika lahan tersebut milik masyarakat yang tergabung dalam kelompok tani.

“Lahan itu, lahan masyarakat yang memang tanam singkong. Mereka yang tergabung dalam kelompok tani sesuai hasil identifikasi CPCL. Karena bantuan yang diberikan harus dalam bentuk kelompok tani, tidak bisa perorangan,”pungkasnya. (gun).

Ini Jam Kerja PNS di Sula Selama Ramadhan

MODERATORSUA.COM, SANANA – Jam kerja Pegawai Negeri Sipil (PNS) di lingkup Pemerintah Kabupaten Kepulauan Sula (Kepsul) berkurang selama bulan suci Ramadhan 1444 hijriah tahun 2023.

Ketentuan jam kerja ini sesuai dengan Surat edaran Bupati Nomor: 009/03.3/KS/III/2023 tertanggal 21 Maret 2023 tentang j kerja ASN dalam selama bulan Ramadhan.

Dalam ketentuan tersebut bagi PNS yang berkerja selama lima dalam satu Minggu, jam kerja mulai Senin sampai Kamis waktu kerja pada pukul 08.00 sampai 15.00 WIT. Waktu istrahat pukul 12.00 sampai 13.00 WIT. Sedangkan di hari Jumat pagi masuk kerja mulai pukul 08.00 sampai 15.30 WIT. Waktu istrahat di hari Jumat yakni pada pukul 12.00 sampai 13.30 WIT.

Sementara bagi PNS yang bekerja selama 6 hari mulai hari Senin sampai Sabtu waktu kerja pada pukul 08.00 sampai 14.00 WIT. Waktu istrahat pukul 12.00 sampai 13.00 WIT. Sedangkan di hari Jumat pagi masuk kerja mulai pukul 08.00 sampai 14.30 WIT. Waktu istrahat di hari Jumat yakni pada pukul 12.00 sampai 13.30 WIT.

Kepala Badan Kepegawaian Pengembangan Sumberdaya Manusia (BKPSDM) Kepulauan Sula, Fadila Waridin menyampaikan, ketentuan tersebut berlaku mulai hari pertama puasa.

“Berlaku mulai dari hari pertama. Hari pertama kedua cuti bersama,”katanya, Rabu (22/03/23).

Para pimpinan OPD di lingkungan Pemda Sula memastikan, kendati pengurangan jam kerja PNS tersebut namun tidak menggangu kelancaran pelayanan publik. (gun).