Sanana, Moderatorsua.com – Salah satu sepuh keluarga Tionghoa di Kota Sanana, membuat laporan polisi atas pekerjaan TK Adhiyaksa Kejari Kepulauan Sula.
Hal itu disampaikan Abo Kendi, sepuh Tionghoa yang dipercayai mengurus bangunan Pendidikan bersejarah di Kabupaten Kepulauan Sula tersebut.
“Bukti fisik ada, pagar juga ada, dan mau tanya orang Sula yang umur 50 sampai 60 tahun, mereka pasti tahu sekolah cina itu. Bagaimana sekarang sudah jadi Jaksa punya,” kata Abo Kendi saat ditemui Moderator, Kamis (18/07/2024)
Ia juga menceritakan tentang sekolah tersebut diubah fungsinya menjadi Pengadilan Negeri Labuha tempat sidang di Sanana.
“Pada saat itu tahun enam puluhan, sudah tidak boleh ada Sekolah Cina, jadi kejaksaan di Sanana baru ada, nah jadi kalau ada sidang, Sekolah itu sering digunakan untuk tempat bersidang, waktu itu Jaksanya adalah Alm Pak Ali Yoisangadji, setelah itu beberapa tahun lagi ganti Jaksa Halim, kemudian Jaksa Suud, setelah itu Jaksa Alhabsi,” terangnya
Bahkan sejak 2016, Ia datangi Kepala Kejaksaan Negeri Sanana untuk meminta bangunan tersebut, supaya dikembalikan kepada keluarga Tionghoa.
“Tujuh atau delapan tahun lalu, saya juga pernah pergi di Kejaksaan untuk kase tahu, kalau fasilitas perkantoran kejaksaan sudah lengkap, kalau bisa kembalikan bangunan itu untuk dimanfatkan,” pintanya sejak itu.
“Kejari yang sekarang kase liat sertifikat mereka, tapi kami minta untuk di foto juga tidak mau, sertifikat itu 2019 kalau dibandingkan dengan tahun 50 itu berapa jauh,” tambahnya, membandingkan dengan bangunan Sekolah Cina.
Meski demikian, upaya Abo Kendi tidak berhenti, Ia terus berupaya untuk mempertahankan fasilitas bersejarah tersebut.
“Ya sudah, abis mau gimana lagi, tapi kita buat laporan di Kepolisian tentang pengerusakan. Memang kita tidak punya dokumen, tapi bangunan itu juga bukti,” tegasnya.
Dikonfirmasi terpisah, Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Kepulauan Sula enggan berkomentar lebih tentang tanah tersebut.
“Saya belum bisa berbicara banyak soal tanah itu, karena saya juga belum lihat di arsip kami, tanah itu sudah bersertifikat atau belum,” terang Kasubag Tata Usaha BPN Kepulauan Sula, Olga Junginger, pada moderator, Kamis (18/07/2024)
Namun menurutnya, jika tanah tersebut sudah dimiliki Kejaksaan Negeri Kepulauan Sula, tentu sudah berdasarkan prosedur penetapan kepemilikan.
“Kalau dasar bagaiamana sampai Kejaksaan bisa menyatakan itu tanah mereka, itu juga saya tidak tau. Biasanya, misalnya kejaksaan menyatakan tanah mereka berarti itu masuk dalam aset kejaksaan. Asetnya didapat dari mana, juga kami tidak tahu, karena saya belum liat apakah tanah itu sudah bersertifikat atau belum,” ujarnya.
Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kepulauan Sula juga tidak memiliki arsip tentang status kepemilikan tanah dari etnis-etnis di Kota Sanana.
“Kami di BPN memang tidak memiliki arsip atau catatan terkait tanah-tanah yang lama, seperti etnis Tionghoa, itu memang pencatatan itu tidak ada, yang ada di kami, kalau sudah berupa sertifikat,” pungkasnya.
Sementara itu, Praktisi Hukum Rasman Buamona berpendapat proses Verifikasi lahan untuk penerbitan sertifikat atas tanah tersebut, harus dilakukan secara komprehensif.
“Terkait adanya klaim kepemilikan dan laporan dari keluarga Tionghoa atas dugaan tindak pidana penyerobotan tanah dan pengerusakan Sekolah Cina di Polres Sula, maka seharusnya sebelum BPN menerbitkan Sertifikat Hak milik, harusnya BPN memverifikasi dan memastikan secara pasti alas hak kepemilikan atas Sekolah Cina,” jelas Rasman Buamona.
“Jika hal itu dilakukan, maka BPN Sula pasti mendapatkan informasi yang utuh dan pasti tidak terjadi sengketa tanah,” sambunya mengakhiri.
Penulis: Gajali Fataruba
Editor: Redaksi Moderator